IMPLIKASI TEORI VON THUNEN PADA ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA

A. Pendahuluan
Ruang kota merupakan tempat intensif antara kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga transaksi akan terjadi maksimal bila dilakukan di kota. Secara internal, lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya yaitu bagaimana pola kegiatan dan memilih lokasinya di dalam kota dan bagaimana hasil pemilihan lokasi menentukan struktur ruang kota.
Model-model struktur perkotaan
1. Model Pemusatan Burgess
Menurut Burgess dalam Hadi Sabari Yunus (2004:5) mengemukakan teori memusat atau konsentris yang menyatakan bahwa daerah perkotaan dapat dibagi dalam enam zona.
1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan, merupakan daerah kegiatan yang tidak stabil.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota.
2. Model Sektor Hoyt
Menurut Holmer Hoyt dalam Daldjoeni (1992:153) bahwa struktur ruang kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor dari pada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. No.1 terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang menurut sektor-sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue bolu. Hal ini dapat terjadi akibat dari faktor geografi, seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi.
B. Review Literatur
Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan komersil, kegiatan industri, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru dalam struktur keruangan kota. Salah satu contohnya adalah struktur kota di Indonesia, terdapat elemen-elemen baru dari struktur keruangan yang muncul seperti zona pelabuhan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan lain sebagainya. Munculnya elemen-elemen baru tersebut terjadi tidak lepas dari pengaruh sejarah kota atau negara tersebut.
Aglomerasi sebagai bentuk implikasi Teori Von Thunen pada struktur ruang kota yaitu penggunaan tanah di perkotaan tidak lagi berbentuk cincin tetapi tetap terlihat adanya kecenderungan pengelompokan untuk penggunaan yang sama berupa kantong-kantong, di samping adanya penggunaan berupa campuran-campuran antara berbagai kegiatan.
C. Kesimpulan
Melalui adanya perbedaan antara zona lahan dan struktur ruang kota mengindikasikan bahwa kegiatan tertentu hanya mampu membayar pada tingkat tertentu, harga tersebut pada dasarnya adalah sewa terhadap aksesibilitas atau jaringan transportasi yang dipengaruhi oleh letak lokasinya terhadap pusat kota. Selain faktor tersebut gaya hidup dan perilaku juga mempengaruhi tingkat harga tersebut.

Analisis Sistem Pusat Permukiman

A. Pendahuluan
Suatu daerah terdiri dari dua elemen, yaitu Settlement centers dan Production areas. Settlement centers merupakan tempat yang populasinya adalah di mana orang-orang berada. Unsurnya adalah wilayah perkotaan yang banyak aktivitas dan infrastuktur juga sarananya. Sedangkan Production areas merupakan tempat kegiatan ekonomi yang produksi daerahnya dikonsumsi sendiri oleh daerah tersebut. Unsurnya adalah area pedesaan yang sebagian besar dijadikan tanah pertanian. Analisis mengenai ruang digunakan untuk menguji kondisi yang ada, mengenai sruktur ruangnya yang membahas hirarki tempat pusat dan pengaruh daerahnya.

B. Review Literatur
Dasar Teori :
 Teori Tempat pusat ( Christaller, Losch)
 Konsep basis dasar :
a. Tempat pusat : bagaimana menempatkan suatu fungsi tertentu;
b. Cakupan barang-barang : kemampuan mendapatkan suatu komoditas;
c. Ambang batas : jumlah minimum yag mendukung satu hal untuk hidup. Jumlah ini dapat meliputi beberapa puluh keluarga bagi satu atau beberapa ratus keluarga bagi suatu pasar harian. Kalau jumlah itu di bawah jumlah tertentu, maka pelayanan menjadi mahal dan kurang efisien; sebaliknya bila meningkat di atas jumlah tertentu pelayanan akan menjadi kurang baik dan kurang efektif. Bila kegiatan itu menyangkut jual beli maka jumlah penduduk di bawah ambang akan mengakibatkan rugi dan terancam tutup sebaliknya bila di atas ambang maka akan memperoleh untung dan mengundang entry serta dalamjangka waktu tertentu mempertajam persaingan.
Tipe analisis
1. Analisis sistem Penyelesaian;
2. Analysis of setllement system;
3. Analisis skalogram.
1. Analisis sistem Penyelesaian
Sasaran hasil :
a) Identifikasi unsur-unsur yang terpisah dari sistem penyelesaian regional;
b) Menentukan karakteristik fungsional masyarakat;
c) Menggambarkan sistem dan hubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d) Menentukan distribusi dan asosiasi antar fungsi sosial dan ekonomi.
2. Analysis of settlement system
Data pada populasi wilayah perkotaan berhubungan dengan kota–kota yang dipetakan. Distribusi yang berkenaan dengan kota dapat dianalisis dengan menggunakan uji keunggulan kota besar atau distribusi ukuran rangking.
Yang perlu diperhatikan adalah :
• Hirarkinya = scalogram atau index konsentrasi;
• Fungsi masing-masing pusat regional;
• Apa ciri-ciri atribut penanda dari tiap fungsi.
3. Analisis skalogram
Analisis Skalogram biasanya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjeknya berupa pusat permukiman (settlement), dan obyeknya fungsi atau kegiatan. Dan untuk emnghasilkan analisis yang lebih baik maka analisis skalogram biasanya diberikan tambahan bobot.
Tahapan dalam analisis skalogram
 Mengidentifikasi kawasan perkotaan yang ada;
 Menghitung jumlah penduduk di setiap kawasan perkotaan;
 Mengidentifikasi fungsi perkotaan yang ada di setiap kawasan perkotaan;
 Proses tabulasi dan pengurutan, sehingga keluar tabel hirarki pusat permukiman.
Analisis hubungan spasial
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis hubungan spasial :
1. Tujuan / pertanyaan
• Apa pola aliran antara pusat dan kota-desa;
• Bagaimana sistem jaringan saat ini mempengaruhi interaksi antara tempat;
• Apakah hambatan utama dalam sistem hubungan yang ada;
• Bagaimana tingkat pelayanan infrastruktur saat ini.
2. Analisis aliran komoditas
• Asal-tujuan orang dan barang;
• Aliran non-materi (uang, peraturan, anggaran).
3. Analisis aksesibilitas
• Jaringan yang ada;
• Tingkat pelayanan;
• Daerah pasar (layanan penuh dan kosong).


C. Kesimpulan
Melalui analisis sistem pusat permukiman maka kita dapat mengetahui struktur dan hirarki tempat pusat dan pengaruh daerahnya.

Daftar Pustaka
Daldjoeni.1992. Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni.

CRITICAL REVIEW TEORI LOSCH DAN CHRISTALLER (Central Place Theory)

A. Pendahuluan
Central Places Theory merupakan teori yang digunakan dalam analisa pola pemukiman dalam rangka merekonstruksi kehidupan manusia masa lampau. Analisa pola keruangan suatu situs membantu dalam menemukan situs-situs pemukiman lainnya yang ada di sekitar situs tersebut dan membantu mendeskripsikan pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah. Melalui analisa keruangan dan aplikasinya dapat dipahami hubungan politis dan ekonomis antara suatu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta kita juga dapat memahami bagaimana suatu daerah-daerah berkembang dan berhubungan dengan daerah yang lain.
1. Asumsi-asumsi dalam penyusunan teori oleh Christaller :
• Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
• Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
• Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
• Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata
2. Asumsi teori Losch:
Homogenitas supply sumberdaya alam
Homogenitas supply sarana-prasarana transportasi
Homogenitas perilaku konsumen

B. Studi Kasus Central Place Theory
Kota Yogyakarta sebagai pusat pengembangan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menunjang peranan penting baik dalam pemerintahan maupun kegiatan sosial, ekonomi dan pusat distribusi jasa yang melayani kegiatan lokal maupun regional, karena peran tersebut Kota Yogyakarta menjadi kawasan komersil kota. Kegiatan komersil yang berada di Kota Yogyakarta banyak didominasi kegiatan perdagangan dan jasa yang tersebar di beberapa bagian kota dan ditunjang pula dengan lingkungan perdagangan yang merupakan sub-sub pusatnya. Dengan melihat ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan dan jasa komersial lain merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk menunjang perekonomian kota Yogyakarta dimana Yogyakarta sendiri sebagai pusat kota. Dalam perkembangan, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang terpadat dibanding 4 kabupaten lainnya. Oleh karena itu, kawasan komersial Daerah Istimewa Yogyakarta terkonsentrasi pada pusat kota berpusat pada garis imejiner (Tugu Mangkubumi) dimana fasilitas-fasilitas lain yang mendukung pusat kota sehingga terjadi tumpang tindih dalam skala pelayanannya.
Kota Yogyakarta sebagai central place perdagangan seperti batik, kerajinan dan makanan khas. Memiliki daerah pelayanan tidak hanya 4 kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, tetapi juga di luar daerah Yogyakarta seperti Kebumen, Magelang, Purworejo, Ampel, Wonogiri yang kemudian didistribusikan ke tingkatan yang lebih rendah (Kecamatan, kelurahan, desa, dst.)
Sehingga susunan hirarkinya sebagai berikut :
Kota à Kabupaten à Kecamatan à Kelurahan à Desa
Melalui adanya susunan hirarki daerah pelayanannya yaitu dari kota sampai ke desa, maka sesuai dengan asumsi dari teori pusat Christaller yaitu konsumen dapat memilih tempat pemasaran terdekat dari tempat tinggalnya untuk meminimalisir jarak ekonomi. Atau dengan kata lain, apabila masyarakat atau konsumen menginginkan barang-barang asli dari Yogyakarta tidak perlu pergi langsung ke Yogyakarta, namun bisa membeli di lokasi-lokasi terdekat yang telah menjadi lokasi penyaluran barang dari Yogyakarta.

C. Kesimpulan
Ada beberapa asumsi dari teori Christaller yang kurang relevan dengan kondisi saat ini. Salah satu diantaranya adalah asumsi yang menyatakan bahwa wilayahnya adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata tidak bisa digunakan bagi setiap wilayah karena pada kenyataannya atau kondisi eksistingnya setiap wilayah memiliki topografi yang berbeda-beda yang tentunya akan berpengaruh pada biaya transportasi, persebaran penduduk, dan juga ciri-ciri ekonomis. Selain itu, faktor lain seperti teknologi kurang diperhatikan.

ANALISIS LOKASI DAN POLA RUANG

A. Pendahuluan
Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Teori lokasi tersebut bertujuan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis.
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan pada tiga unsur jarak (distances), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Tujuan dari analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai dengan struktur keruangan, dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dengan interaksi keruangan, aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi, hal ini didasarkan oleh adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat- tempat lain, serta adanya hierarki di antara tempat- tempat tersebut (Rahmat Kusnadi, 2010).

B. Review Literatur

Lokasi dalam ruang dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Lokasi absolut
Lokasi absolut adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut koordinat garis lintang dan garis bujur (letak astronomis). Lokasi absolut suatu tempat dapat diamati pada peta.
2. Lokasi relatif
Lokasi relatif adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap kondisi wilayah-wilayah lain yang ada di sekitarnya.
Sistem ekonomi menjadi dasar analisis lokasi.

Faktor – faktor lokasi (faktor produksi ):

Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Berikut ini adalah contoh faktor produksi :
a. Bahan baku
b. Energi
c. Lahan
d. Tenaga Kerja
e. Modal
f. Faktor lainnya (manajemen, skala produksi, keterkaitan, biaya transportasi)

Faktor yang bersifat Intangible
a. Lingkungan bisnis
b. Kesejahteraan
c. Prefensi Perorangan

Teori lokasi sebagai modal analisis :
a. Model atau teori yang berkembang pada awalnya berdasarkan pada Biaya, Transportasi, dan Jarak.
b. Kemudian berkembang dengan memperhatikan faktor yang lebih komplek misalnya:
c. Pelaku usaha ekonomi
d. Kondisi lingkungan makro
e. Perbedaan karakteristik wilayah

Masalah Lokasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu fungsional dan areal. Secara fungsional yaitu siapa saja yang terlibat misalnya individu, keluarga, perusahaan, dll. Secara areal yakni sebesar apa cakupan wilayahnya misalnya kota, kabupaten, provinsi, dan sebagainya.

C. Kesimpulan

Ada tiga hal fundamental dalam memodifikasi masalah interaksi keruangan yaitu elemen jarak, eksponen kepada populasi, dan parameter.
Cakupan teori lokasi :
1. lahan pertanian dan guna lahan kota à Von Thunen dan teori turunannya;
2. lokasi industri à pendekatan deterministik Weberian dan pendekatan perilaku;
3. tempat pusat à mengapa ada hirarki dan order; Christaller dan teori turunannya;
4. alokasi lokasi à bagaimana mengalokasikan fasilitas kota;
5. interaksi keruangan à hubungan antarlokasi dan kegiatan.

ARTIKEL MORFOLOGI KOTA BANDAR LAMPUNG

ARTIKEL KOTA BANDAR LAMPUNG

A. Perkambangan Pemerintahan

Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota provinsi Lampung, Indonesia. Oleh karena itu kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial politik, pendidikan dan kebudayaan, serta merupakan pusat kegiatan perekonomian dari Provinsi Lampung.
Pencetus nama Bandar Lampung adalah Barlian Pangeran Raja di Lampung dan Rustam Effendi. Nama Bandar diambil karena selain sebagai kota pelabuhan, juga pusat segala macam kegiatan. Kota Bandar Lampung dulunya pernah bernama Kota Tante, walaupun nama ini tidak bertahan lama. Bisa ditebak mengapa nama tersebut tidak pernah disebut lagi. Penyebutan Kota Tante hanya untuk mempermudah penyebutan nama yang sebenarnya yang terlalu panjang yakni Tanjungkarang-Telukbetung.
Wilayah Kota Bandar Lampung di zaman Hindia Belanda dahulu termasuk wilayah onder afdeling Telok-Betong yang dibentuk dengan Staatsbalat 1912 Nomor : 462, terdiri dari Ibu Kota Telok-Betong sendiri dan daerah-daerah sekitarnya. Sebelum tahun 1912 Ibu Kota Telok-Betong ini meliputi juga Tanjung Karang yang terletak kurang lebih 5 KM sebelah utara Kota Telok-Betong (Encyclopedie Van Nederland Indie, susunan D.C.STIBBE bagian IV). Ibukota Onder afdeling Telok-Betong adalah Tanjungkarang, sedangkan Kota Telokbetong adalah Ibukota Karesidenan Lampung, kedua kota tersebut tidak termasuk dalam Marga Verband, melainkan berdiri sendiri yang dikepalai oleh seorang Asisten Demang tunduk kepada Hoof Van Plaatsleyk Bestuur (Kontroling B.B) yaitu Kepala Onder afdeling Telokbetong. Biaya sehari-hari untuk pemeliharaan kedua kota tersebut ditanggung oleh suatu dana yang disebut Plaatsleyk Fonds. Pengelolaan keuangan diatur dalam Keputusan Residen Lampung tanggal 24 Nopember 1930 Nomor :169. Di masa pendudukan Jepang Kota Tanjungkarang-Telokbetong dijadikan Si (kota) di bawah pimpinan seorang SICHO (Bangsa Jepang) dibantu oleh seorang FUKU SICHO (Bangsa Indonesia). Sejak Kemerdekaan Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor :22 Tahun 1948, Kota Tanjungkarang dan Kota Telukbetung berstatus Kota Kecil yang merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan, wilayah sekitarnya dipisahkan dari wilayah Onder afdeling Telokbetong-Tanjungkarang berdasarkan Undang-undang Darurat No:5 Tahun 1956, kemudian berdasarkan undang-undang No : 28 Tahun 1959 nama Kota Besar Tanjungkarang-Telokbetong dirubah menjadi Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung yang di dalamnya terdapat 2 Kecamatan; yaitu Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung, sisa wilayah Onder afdeling Telukbetung dimasukkan dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Kemudian setelah Karesidenan Lampung dinaikkan statusnya menjadi Provinsi Lampung berdasarkan Undang-undang Nomor : 18 Tahun 1965 Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung berubah menjadi Kota Madya Tanjungkarang-Telukbetung.

Perbatasan Kotamdya Tanjungkarang-Telukbetung ditentukan dalam Undang-undang Darurat Nomor :5 Tahun 1956 jo. Undang-undang Nomor : 28 Tahun 1959 didalamnya terdapat 4 Kecamatan, yaitu :

1. Kecamatan Tanjungkarang Barat dengan Pusat Pemerintahannya berkedudukan di Jalan Bukit Tinggi Bambu Kuning (Kampung Kaliawi).
2. Kecamatan Tanjungkarang Timur dengan Pusat Pemerintahannya berkedudukan di Kampung Saah Lama.
3. Kecamatan Telukbetung Utara dengan Pusat Pemerintahannya berkedudukan di Sumur Batu.

4. Kecamatan Telukbetung Selatan dengan Pusat Pemerintahannya berkedudukan di Jalan Mentaai Telukbetung
Berdasarkan Undang-undang No.5 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor : 3 Tahun 1982 tentang Perubahan Batas wilayah Kotamadya Dati II Tanjungkarang Telukbetung yang mulai berlaku efektif terhitung sejak tanggal 8 juli 1982, yaitu sejak diserahkan olleh Bupati Kepada Daerah Tingkat II Lampung Selatan kepada Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Tanjungkarang-telukbetung diperluas dengan dimasukkannya sebagian Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi 14 Desa dari sebagian wilayah kecamatan Kedaton, 14 Desa Kecamatan Panjang. Kemudian bedasarkan Peraturan itu juga Kecamatan-kecamatan dalam Wilayah Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung ditata kembali menjadi 9 Kecamatan dengan 58 Kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Surat Gubernur/KDH Tingkat I Lampung Nomor G/185.B.III/HK/1988 tanggal 6 Juni 1988 serta Surat Persetujuan MENDAGRI Nomor 140/1799/PUOD tanggal 19 Mei 1987 tentang pemekaran Kelurahan di Wilayah Kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung terdiri dari 9 Kecamatan dengan 84 Kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 tahun 2001 tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan.
Kecamatan dan Kelurahan dalam Kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung menjadi 13 Kecamatan dengan 98 Kelurahan, yaitu :
Kotamadya Tanjungkarang Telukbetung (Bandar Lampung) sebagai Ibukota Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang Telukbetung (Bandar Lampung) Nomor : 5 Tahun 1983, tanggal 26 Januari 1983 telah ditetapkan Hari Jadinya pada tanggal 17 Juni 1682.
Kota Praja Tanjungkarang-Telukbetung (Bandar Lampung), tadinya hanya memiliki luas wilayah 33,3 km persegi dengan batas-batas di sebelah utara dengan Way Penengahan, di selatan dengan Way Kuala dan di sebelah timur berbatasan dengan Way Balau dan mempunyai empat kecamatan, yakni Tanjungkarang Barat, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Barat dan Teluk Betung Selatan.
Sejak tahun 1982 berdasarkan PP No. 3 tahun 1982 menerangkan perubahan batas wilayah Kota Tanjungkarang-Telukbetung, dari hanya 33,3 km persegi menjadi 142,18 km persegi. Oleh DPRD setempat periode 1982-1987, peraturan daerah (Perda) No 5 tahun 1983 menyebutkan Kota Tanjungkarang-Telukbetung berubah nama menjadi Kota Bandar Lampung. Selain itu, lambang Kota Bandar Lampung, bergambar gunung dan daun lada serta motto ragom gawi turut pula diperdakan.
B. Pengolahan Hasil Bumi
Hasil bumi yang sering dijumpai dan diperdagangkan di Bandar Lampung antara lain kopi, lada, dan pisang. Kopi dari Lampung terutama jenis robusta sudah mampu menembus pasar internasional. Kopi tersebut dikirim dalam bentuk kering.
Pasokan kopi kering diperoleh dari sentra-sentra penghasil kopi seperti Kabupaten Lampung Barat, Lampung Utara, dan Tanggamus. Melalui para eksportir, kopi yang sudah diseleksi mutunya dikirim ke berbagai negara tujuan misalnya Amerika Serikat, Jepang, Belanda, dan Jerman. Sampai saat ini, ekspor kopi masih dalam bentuk kering, belum dalam bentuk olahan.
Ekspor produk hasil bumi yang lain adalah lada hitam. Pasokan lada ini berasal dari kabupaten di sekitar Bandar Lampung seperti Lampung Utara. Dilihat dari ekspor hasil pertanian, lada hitam mampu menduduki posisi ketiga setelah kopi dan udang beku.
Produk perdagangan unggulan Kota Bandar Lampung lainnya adalah pisang. Buah ini banyak didatangkan dari Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Utara, dan Lampung Tengah. Ekspor pisang sebenarnya menjanjikan. Di pasar domestik, selain dikonsumsi sebagai buah segar, pisang ini juga diolah menjadi kripik pisang. Selain nilai jualnya lebih tinggi dibanding pisang segar, kripik pisang bisa tahan lebih lama. Bahan bakunya yang mudah didapat dan murah membuat banyak pengusaha kecil tertarik untuk mengolah produk ini. Terdapat sekitar sepuluh industri kecil yang dapat ditemui di Teluk Betung Utara, Tanjung Karang, dan Sukarame. Saat ini sedang dilakukan penjajakan untuk meningkatkan peluang ekspor kripik pisang ini.
Pengiriman ekspor hasil bumi seperti kopi, lada, dan pisang ini dilakukan melalui Pelabuhan Panjang. Pelabuhan ini merupakan satu-satunya pelabuhan ekspor yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung. Peningkatan ekspor barang melalui pelabuhan ini tentu saja bisa meningkatkan retribusi dari pelabuhan. Sarana ini merupakan salah satu penunjang kelancaran perdagangan di Bandar Lampung.
Sampai saat ini, Kota Bandar Lampung memiliki tidak kurang dari 40 industri rumah tangga yang mengolah kopi kering menjadi kopi bubuk. Sebagian besar kopi bubuk tersebut masih dikemas secara sederhana, misalnya dengan plastik, kaleng atau kertas coklat dan diberi label. Beberapa merek yang sering dijumpai misalnya Intan, Cap Bola Dunia, Cap Bola Bumi dan sebagainya.
C. Berbagai pembangunan di Kota Bandar Lampung :
1. Infrastruktur:
20% Jalan Provinsi yaitu sepanjang 473.99 kilometer jalan provinsi yang dalam kondisi rusak telah diperbaiki pada tahun 2007. BANDAR LAMPUNG (Ant/Lampost). Perbaikan yang dimaksud adalah perbaikan rutin, berkala, dan peningkatan, termasuk pada jalan negara yang menggunakan dana APBN.
2. Penataan Kawasan Pesisir Kota Bandar Lampung
Salah satu wilayah yang memiliki potensi area pesisir yang cukup baik adalah AREA PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG dimana wilayah pesisir kota Bandar Lampung memiliki luas sekitar 0,05% dari luas keseluruhan Kota Bandar Lampung.
3. Pesisir Bandar Lampung Akan Disulap Menjadi Waterfront City
BANDAR LAMPUNG--Pesisir Pantai Teluk Lampung yang membentang di kawasan Sukaraja, Gudang Lelang, dan Kotakarang, akan disulap menjadi kawasan wisata mirip Pantai Losari di Makassar, Sulawesi Selatan. Di pantai ini, mulai tahun 2008 dibangun jalan aspal yang membentang dari Gunung Kunyit hingga Lempasing. Jika ini terwujud, Bandar Lampung memiliki water
front city.

Proyeksi mendatang dengan mengklasifikasikan wilayah pesisir kota Bandar Lampung ke dalam beberapa zonasi pengembangan yang didasarkan pada KARAKTER dan KAPASITAS yang direncanakan.

4. Kampanye Antikorupsi: Kejati akan Dirikan 50 Kantin Jujur
BANDAR LAMPUNG (Lampost 2008-2009): Kejaksaan Tinggi Lampung menargetkan memiliki 50 sekolah di Lampung yang memiliki kantin jujur. Program pengelolaan kantin jujur itu akan dilaksanakan di sekolah menengah atas (SMA) di Lampung. Targetnya adalah pembinaan sejak dini kepada generasi muda agar tidak melakukan korupsi. Kantin jujur adalah kantin sekolah yang menyediakan berbagai dagangan di satu tempat di dalam sekolah. Kantin tersebut tidak dijaga oleh siapa pun. Hanya disiapkan kotak pembayaran. Pelajar akan membeli dan melayani diri sendiri.
5. Fasilitas Umum: Pemkot Merenovasi Pasar Panjang pada tahun 2008.

Sumber : Babesajabu. 2009. Sejarah Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung : www. wordpress.com

REVIEW MORFOLOGI KOTA BANDAR LAMPUNG

Morfologi kota merupakan kesatuan elemen pembentuk kota yang di dalamnya mencakup aspek detail baik fisik maupun non fisik. Morfologi atau bentuk kota berkaitan erat dengan arsitektur kawasan. Dalam kaitannya dengan kota dan arsitektur, morfologi memiliki dua aspek yaitu aspek diakronik yang berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah dan aspek sinkronik yaitu hubungan antar bagian dalam kurun waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lain. Aspek metamorfosis adalah sejarah individual dari bangunan dan kota, kesemuanya harus dilakukan dalam analisis morfologi.

Morfologi kota Bandar Lampung berbentuk pita. Peranan jalur transportasi darat berupa jalan raya yang memanjang sejajar dengan aliran sungai, sangat dominan dalam mempengaruhi perkembangan kota. Keadaan demikian juga dipengaruhi oleh keadaan lahan ketika itu yang tidak memungkinkan untuk perluasan areal ke samping. Dengan demikian space untuk perkembangan areal kekotaannya hanya mungkin memanjang saja (Yunus, 2000: 118). Dalam kebangkitannya dewasa ini, perkembangan kota Bandar Lampung mengalami pergeseran ke arah selatan dengan tidak mengubah morfologi kota lama.

Bahasa Lampung terdiri atas dua dialek, yakni dialek O dan dialek A (Van der Tuuk membedakan atas dialek Abung dan dialek Pubian; Dr. J.W. Van Royen membedakan atas dialek Api dan dialek Nyou). Untuk bahasa yang digunakan oleh masyarakat Bandar Lampung menggunakan bahasa Lampung dialek A yang terdiri dari bahasa Lampung Abung, bahasa Lampung Pesisir, dan bahasa Lampung Pubian. Meskipun sekarang masyarakat kota Bandar Lampung juga banyak yang telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.

Perkembangan penggunaan alat transportasi terutama kapal laut di kota Bandar Lampung maju dengan pesatnya. Akibatnya perluasan jaringan transportasi laut dan darat makin dirasakan pada daerah-daerah yang semula belum terjangkau alat-alat angkut. Morfologi kota akan berubah seperti binatang gurita (Yunus, 2000: 155). Kecenderungan perkembangan semacam ini juga tampak pada kota Bandar Lampung. Jalur transportasi tidak hanya memanjang seperti pita tetapi sudah ke berbagai arah seperti halnya pemukiman penduduk. Kota-kota satelit yang semula merupakan pemukiman transmigran di sekitar Bandar Lampung, kini berkembang menuju kota modern. Kecenderungan perkembangan semacam ini perlu ditanggapi secara arif oleh penentu kebijakan.

Kota Bandar Lampung merupakan kawasan penting dalam rangka perkembangan kota. Bangunan lama yang masih tersisa, secara moral memberikan dorongan bagi kemajuan kota selanjutnya. Korban-korban pembantaian bangunan lama bersejarah di berbagai tempat sudah terlalu banyak. Kalau kecenderungan tersebut dibiarkan, maka akan lenyap ciri-ciri khas dan jatidiri masing-masing kota yang tercermin dari keberadaan warisan arsitektur peninggalan masa lampau.

Perkembangan bentuk morfologi kota Bandar Lampung sampai saat ini telah mengalami banyak sekali perubahan. Kota Bandar Lampung telah didominasi oleh kawasan pemukiman dan industri sehingga pemanfaatan lahan sedikit demi sedikit mulai berubah. Seiring berjalannya proses perubahan tersebut, kekuatan ekonomi juga mulai mengendalikan pola land use Kota Bandar Lampung. Ditandai dengan pembangunan perumahan dan area perbelanjaan dalam jumlah besar telah mengubah pola tata ruang yang sebelumnya terbentuk. Belum lagi rencana pembentukan kota Bandar Lampung untuk menjadi water front city. Jika pengembangan yang dilakukan tidak memperhatikan konteks historis pembentukan kota, sehingga seperti halnya kota besar lainnya kota Bandar Lampung terancam kehilangan karakter spesifiknya.

Sehingga melalui perubahan perkembangan morfologi di kota Bandar Lampung, dapat disimpulkan bahwa salah satu unsur utama yang menjadi faktor dari perkembangan suatu kota adalah penduduk yang mendiami kota tersebut. Jumlah penduduk yang jumlahnya terus meningkat dan luas lahan yang tetap akan mengubah pola ruang dan pengunaan lahan kawasan tersebut. Selain itu, nilai sejarah dan sistem peradaban yang telah ada harus tetap dipertahankan.

Kota yang tidak lagi memiliki lingkungan lama yang bernilai sejarah pada hakikatnya serupa dengan kota yang tidak punya bayangan, dalam arti kota yang tidak memiliki orientasi (Budihardjo, 1993: 33).

POSTERKU



Sebelumnya terimakasih untuk Pak Mardwi yang telah memberikan kritik mengenai poster...

Poster ini bertemakan tentang kemiskinan. Poster ini menggambarkan kondisi masyarakat miskin di negeri kita, kemiskinan yang telah merajalela di mana-mana. Melalui poster ini diharapkan mampu menggugah perhatian masyarakat menengah ke atas tentang seberapa besar kita peduli pada rakyat miskin? Apa yang sudah kita lakukan untuk meringankan beban mereka? Karena sesungguhnya di relung hati mereka yang kelaparan, kesusahan, menderita, mereka berteriak meminta pertolongan kepada kita.

Semoga melalui poster ini dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat yang mau peduli sehingga nantinya uluran tangan tersebut dapat direalisasikan kepada masyarakat miskin.